PENGETAHUAN MASYARAKAT JAWA
Salah
satu bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih ada hingga saat
ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut
kelompok kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang
berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang
terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit
budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun
penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam
menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua sistem penanggalan,
baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan juga
penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada
sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang
kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran.
Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada
saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha
menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah
kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah
tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun
1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.
Dalam
sistem kalender Jawa pun, terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan
dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam
sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud,
bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan
dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap
tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam, maka
Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem
matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan .
0 komentar: