MAKALAH PENELITIAN SASTRA BANDING



BAB I

Pendahuluan

1.1.   Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari yang kita ketahui, dari masa lampau hingga jaman sekarang permasalahan perempuan selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk kita perbincangkan. Karena di dunia ini, di masyarakat khususnya peran perempuan sangat penting dalam bagaimana daerah itu akan berkembang.
Dalam struktur masyarakat kuna perempuan ialah perempuan yang harus taat pada aturan, hukum, adat istiadat, bahkan peraturan agama. Dari pernyataan tersebut, perempuan kemudian menjadikan dirinya sebagai makhluk yang lemah dan tidak dapat bebas dari segala aturan yang mensubordinasi dirinya. Perempuan dianggap pula hanya bisa menyetujui segala keputusan yang di ambil oleh laki-laki. Akhirnya, dalam keadaan seperti itu hanya laki-laki yang bisa mengambil keputusan.
Dalam pembagian kerja gender sangat jelas dideskripsikan bahwa perempuan biasanya setelah menikah akan dibiarkan terus di dalam rumah, mencuci, memasak, mengurus anak dan melayani suami. Dan suami adalah sosok yang melindungi memimpin dan mencari nafkah atau bekerja. Hingga sesudah terjadinya emansipasi wanita, bahwa wanita juga bisa berperan di lingkungan publik atau bekerja. Namun bukan berarti dengan adanya emansipasi wanita, perempuan bisa begitu saja meninggalkan gendernya. Akan tetapi terkadang peran perempuan dalam gendernya itu tidak selalu di hargai dan diindahkan keberadaannya.
Salah satu karya sastra yang secara gamblang menggambarkan citra perempuan adalah novel Gadis Pantai karya Pramoedya dan Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi. Novel itu secara garis besar menceritakan citra perempuan melihat kondisi masyarakat di mana wanita mendapatkan berbagai persoalan sulit dalam menjalani kehidupan dan aktivitas karena adanya hukum, aturan, adat istiadat bahkan kodrat yang menjadi belenggu bagi mereka didukung oleh sistem patriarki atau ideologi kekuasaan laki-laki. 
Novel Gadis Pantai karya Pramoedya dan Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi kemudian menarik perhatian penulis untuk mengkajinya. Jika wanita dalam novel tersebut digambarkan sebagai wanita yang mampu bangkit dari keterpurukan segala sistem yang mengaturnya. Kebebasan menjadi hal yang sangat dikejar para wanita untuk lepas dari keterkungkungannya. Hal yang seperti itulah kemudian melahirkan citra diri dan citra sosial pada diri wanita-wanita.
Oleh karna itu penulis tertarik untuk menganalisis dan membandingkan novel tersebut dengan menggunakan analisis kritik sastra feminis. Supaya perempuan sekarang bisa mengerti hak-hak dan kewajiban mereka sebagai perempuan dari pengalaman yang ada di dalam novel tersebut dan bisa mengambil hikmah dari setiap tokoh perempuan yang ada dalam novel tersebut.

1.2.   Rumusan Masalah


1.      Bagaimana citra diri perempuan dalam novel Gadis Pantai dan Pengakuan Pariyem ?
2.      Bagaimana citra sosial perempuan dalam novel Pantai dan Pengakuan Pariyem ?
3.      Bagaimana bentuk penindasan yang di alami tokoh perempuan novel Gadis Pantai dan pengakuan Pariyem ?serta bagaimana cara mereka terlepas dari ketertindasan yang mereka alami ?

1.3.   Tujuan


1.      Untuk mengetahui bagaimana citra diri perempuan dalam novel Gadis Pantai dan Pengakuan Pariyem.
2.      Untuk mengetahui bagaimana citra sosial perempuan dalam novel Gadis Pantai dan Pengakuan Pariyem.
3.      Untuk mengetahui apasaja ketertindasan perempuan tersebut akibat ideology patriarki dan cara membebaskannya dari keterkengkangan tersebut
4.      Untuk melengkapi tugas ujian tengah smester mata kuliah Sastra Banding.
5.      Untuk mengefaluasi diri sendiri seberapa banyak memahami sebuah karya sastra.
6.      Untuk memberitahu bagaimana peran sebuah perempuan seharusnya  dalam masyarakat.

BAB II

Landasan Teori
Feminisme adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan. Feminis berasal dari kata femme yang berarti wanita atau perempuan tunggal yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan jamak sebagai kelas sosial (Ratna,2004;184). Dalam arti leksikal feminisme adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antar kaum wania dan pria. Feminisme adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan wanita dalam bidang politik, ekonomi, sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita.
Feminisme merupakan gerakan yang di lakukan oleh wanita untuk menolak segala sesuatu yang di marginalisasikan, disubordinasikan dan di rendahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam tataran politik, ekonomi maupun kehidupan sosial lainnya. Pada dasarnya gerakan feminisme ini muncul karena adanya dorongan ingin menyetarakan ha kantar pria dan wanita yang selama ini wanita seolah-olah tidak dihargai dalam pengambilan keputusan dan kesempatan dalam hidup.
Menurut Sudrajat (dalam Sugihastuti, 2005: 20) ada beberapa pokok pikiran ragam teori feminis yang dibedakan ke dalam tujuh kelompok, yaitu (1) Feminisme Liberal, (2) Feminisme Marxis, (3) Feminisme Radikal, (4) Feminisme Sosialis, (5) Feminisme Psikoanalisis, (6) Feminisme Eksistensialis, dan (7) Feminisme Pascamodern. Tiap-tiap perspektif ini mencoba menjelaskan dan mendeskripsikan adanya keterbelakangan yang dialami oleh wanita, faktor penyebab dan strategi yang digunakan untuk lepas dari keterkungkungan tersebut.
Feminisme Liberal ialah wanita perlu diperjuangkan sepenuhnya sama dengan laki-laki baik itu hak suara, pendidikan maupun kesamaan dalam hukum. Jadi wanita memiliki kebebasam individual dan secara penuh. Kebebasan yang dimaksud berakar dari rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan  harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki-laki ( Fakih dalam Etika, 2009: 15).
Feminisme Liberal ini melahirkan hukum, tatanan dan aturan termasuk norma yang dikonvensi secara lisan dalam tradisional yang bertanggung jawab atas penindasan dan subordinasi wanita. Masyarakat menganggap wanita secara ilmiah kurang memiliki kemampuan intelektualitas dan fisik maka dianggap tidak layak untuk diberi peran di lingkungan publik.
Feminisme Radikal menekankan pada perbedaan antara wanita dan laki-laki. Di mana sumber masalah di sini adalah sistem patriarki dan pemaknaan akan seksualitas wanita. Feminis ini menganggap bahwa dalam kaitannya dengan reproduksi dan seksualitas wanita, reaksi terhadap pandangan bahwa laki-laki dan wanita secara kodrati berbeda. Artinya penindasan terhadap wanita disebabkan oleh jenis kelamin laki-laki itu sendiri dengan ideologi patriarkinya.
Cara pemikiran feminis radikal dalam menghadapi laki-laki adalah dengan dengan menghancurkan kekuasaan laki-laki yang tidak layak atas wanita. Dengan sendirinya wanita kemudian menyadari bahwa wanita tidak ditakdirkan untuk menjadi pasif.
Ketertinggalan yang dialami oleh wanita tidak dimasukkan dalam analsis kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dalam alat-alat produksi. Feminisme Marxis ini berpendapat bahwa ketertinggalan yang dialami oleh wanita bukan disebabkan oleh tindakan individu secara sengaja, melainkan akibat dari struktur sosial, politik dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme. Para feminis marxis berpendapat bahwa tidak mungkin perempuan dapat memeroleh kesempatan yang sama dengan laki-laki jika mereka hidup di dalam masyarakat yang berkelas.
Feminisme Sosialis menekankan bahwa wanita tidak dimasukkan dalam analisis kelas. Wanita tertindas baik oleh modal yang tidak memberikan upah domestik mereka. Feminis sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan terhadap wanita. Oleh karena itu, yang diperangi adalah konstruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang tidak adil yang dibangun atas bias gender.
Feminisme Psikoanalisis mempunyai pandangan terhadap perbedaan seksualitas laki-laki dan perempuan menurut perspektif ini berakar pada perbedaan psyce perempuan dan laki-laki karena perbedaan biologis antara kedua jenis kelamin tersebut.  Feminis ini beranggapan bahwa tahapan psikoseksual adalah kunci untuk memahami bagaimana seksualitas dan gender terjadi secara timpang, di mana kaum laki-laki berada ada superordinat dan wanita berada pada subordinat.
Feminisme Eksistensialis beranggapa bahwa manusia adalah esensi yang mengembangkan eksistensi. Eksistensi melampaui esensi. Di dalam feminisme ini, laki-laki mahluk bebas yang mendefinisikan diri sebagai subjek dan mendefinisikan pihak lain atau wanita. Lahirnya feminisme ini kemudian menjadikan wanita membuka mitos-mitos yang menetapkan posisinya sebagai “yang lain”. Perempuan keluar bertendensi dari kungkungan tubuh.
Feminisme Pascamodern menolak penjelasan tunggal atau besar masalah; masalah wanita harus dibongkar dari konteks lokal atau situasi khusus. Wanita memang berbeda dari laki-laki. Tetapi harus dilihat secara positif bukan negatif. Memampukan wanita melihat secara lebih kritis norma, nilai dan praktik-praktik kelompok dominan.
Berdasarkan permasalah yang terlihat dalam novel Gadis Pantai dan Pengakuan Pariyem sebagai objek penelitian ini, maka kritik sastra feminis yang digunakan oleh penulis sebagai alat analisis adalah kritik sastra feminis yang dipersentuhkan dengan pandangan feminisme liberal dan radikal dengan konsep Rutve yaitu Image of Women. Konsep ini menggunakan teks-teks sastra sebagai bukti untuk melihat jenis dan peran yang disediakan untuk perempuan. Ada dua tujuan yang berlawanan dalam pemberian tugas tersebut yaitu keinginan mengungkapkan sifat representasi stereotip yang menindas dan di sisi lain, peran tersebut memberi peluang untuk berpikir tentang wanita, yaitu dengan membandingkan bagaimana wanita telah direpresentasikan dan bagaimana seharusnya mereka direpresentasikan.
Dengan konsep tersebut, kritikus dapat menentukan bagaimana karakter- karakter tokoh wanita direpresentasikan di dalam teks-teks sastra.  Melalui konsep itu pula, peneliti akan meilhat bagaimana karakter-karakter wanita yang merupakan citra wanita. Di dalamnya akan dilihat apakah tokoh wanita memiliki kesadaran kritis dalam melakukan gerak yang dilakukannya sendiri. Selain itu, peneliti akan melihat reaksi dari peran yang diberikan wanita, apakah diterima secara aktif atau justru dengan pemberontakan.



BAB III

Metode Penelitian
Berikut dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang meliputi di antaranya yaitu obyek penelitian, metode pengumpulan data,teknik analisis data dan validitas data.

3.1  Objek Penelitian

 

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah citra diri dan citra sosial perempuan yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG

 

3.2  Metode Pengumpulan data

 

Membaca sejumlah buku teori sastra, mencari referensi-referensi dari media apapun dan  tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Data yang diproses dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1.      Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Gadis Pantai karya Pramoedya dan Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi” dan juga Tinjauan Kritik Sastra Feminis.

2.      Data Sekunder
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; buku-buku acuan, majalah/teks dan hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Buku-buku sastra dan teori yang relevan serta data-data dari internet yang memiliki relevansi dengan fokus kajian.

 

3.3  Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis sesuai dengan pendekatan yang digunakan yaitu analisis kritik sastra feminis. Data-data yang diambil bersifat kualitatif, yaitu data-data yang mendeskripsikan status dan peran tokoh wanita yang mencitrakan wanita, baik citra diri maupun citra sosial. Menyampaikan bukti-bukti yang mendeskripsikan citra wanita, mengungkapkan gagasan-gagasan tentang citra diri dan citra sosial wanita dan tentang feminis. Kemudian menghubungkan antara gagasan-gagasan yang sesuai dengan ide feminis untuk membongkar kebebasan wanita dan ideologi patriarki.

BAB IV

Pembahasan

4.1 Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer

 

Menggambarkan tentang tokoh utama yaitu seorang perempuan yang berasal dari wilayah pesisir atau wilayah pantai, pedesaan pinggir pantai yang masih sangat terpencil, jauh dari peradaban kota dan hirup pikuk keramaian. Pada waktu dia berumur empatbelas tahun si Gadis Pantai di nikahkan oleh bapaknya dengan seorang pembesar jawa(keturunan darah biru). Di dalam novel tersebut di jelaskan dengan gamblang bagaimana usaha-usaha si Gadis Pantai dalam menghadapi dunia barunya yaitu di kehidupan perkotaan yang jauh dari pantai, tempat tinggal yang di kelilingi dengan tembok-tembok raksasa yaitu tempat tinggal para kaum ningrat. Dan kehidupan baru si Gadis Pantai yang menjadi istri dari keturunan ningrat, yang dalam kenyataannya seorang ningrat tidak pernah di anggap sah menikah, ketika mereka menikah bukan dengan perempuan yang sederajat dengan nya. Di istana si Gadis Pantai bertemu dengan berbagai aturan-aturan dan adat istiadat istana.
Dari hal-hal itu dalam pembahasan ini akan dipaparkan bagaimana citra yang lahir dari tokoh si Gadis Pantai dalam novel tersebut hingga tau cara bagaimana si Gadis Pantai mendapat kembali kebebasannya dari keterkengkangan.Si Gadis Pantai juga mendapat banyak ketidakadilan selama hidup di istana yang sebenarnya itu hanya sebuah belenggu, hingga akhirnya si Gadis Pantai mendapatkan cara untuk lepas dari keterbelengguan yang di alaminya. Gambaran lebih lanjut akan di jelaskan pada uraian-uraian berikut. 

Ø  Citra tokoh si Gadis Pantai


4.1.1 Citra Fisik
            Tokoh si Gadis Pantai(Mas Nganten) dalam novel Gadis Pantai tersebut menggambarkan sosok gadis belia asli keturunan dari anak nelayan. Wajahnya yang manis, berkulit kuning langsat, dan bertubuh mungil ramping namun bagaimana si gadis pantai tetap gadis pantai yang tinggal di pinggir pantai,kehidupan yang keras membuat tangan dan kulitnya tidak semulus orang-orang kota yang bekerja halusan. Citra fisik tersebut tergambar dari tokoh si Gadis Pantai yang dapat memikat pembesar jawa yaitu Bendoro, yang menikahinya.
Empatbelas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil. Mata agak sipit. Hidungnya ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampong nelayan sepenggal pantai karesidenan Jepara Rembang. (Bagian Pertama/II)
“betapa kasarnya tanganmu.” “Sahaya Bendoro.” Gadis Pantai berbisik dengan sendirinya. “Di sini kau tak boleh kerja. Tanganmu harus halus seperti beludu. Wanita utama tak boleh kasar.” (BagianPertama/32)

Dari hal di atas dapat di lihat bahwa pengarang dengan sengaja menampilkan tokoh Gadis Pantai adalah perempuan yang manis dan menggairahkan bagi Bendoro. Namun yang sebenarnya gadis pantai hanyalah istri percobaan Bendoro, karna Bendoro adalah seorang ningrat yang hanya sah menikah dengan perempuan yang sederajat dengannya.
4.1.2 Citra Nonfisik
a.       Manja
Gadis Pantai merupakan perempuan yang manja, dalam novel ini ia tak mau di tinggal sendiri di istana Bendoro. Gadis Pantai ingin pulang bersama mak dan bapaknya. Namun apa daya dirinya sudah dinikahi oleh Bendoro dan harus tinggal bersama Bendoro di istana.
Semenjak tinggal di istana Gadis Pantai selalu mencurahkan segala keluh kesahnya kepada bujangnya(pelayannya) yang sudah di anggap seperti mbok nya sendiri. Apapun yang menjadi pertanyaannya akan di tanyakan kepada bujangnya itu, dan si Gadis Pantai selalu ingin tahu dan di jawab semua pertanyaannya.
Cengkraman tangan Gadis Pantai pada lengan emak semakin kencang. Dan emak mendesak anaknya, “bilang selamat.”
“se-la-mat,” Gadis Pantai berbisik.
“selamat,” emak berbisik dan sekali lagi, “selamat buat kau nak.”
“jangan aku di tinggal emak.”
“diam. Selamat. Ayo bilang lagi.” (bagian pertama/23)

Ia terperanjat tau-tau sudah berada di luar khalwat(tempat sholat), dalam pelukan bujang, lari masuk ke dalam kamar menghempaskan diri di ranjang.
“oh mak… bapak..” panggilnya berbisik-bisik
“mas nganten, mas nganten.”
“bawa aku pulang pada emak. Aku mau pulang ke kampung”
“mas nganten jangan menangis.” Gadis pantai tenggelam dalam tangiannya.
“wanita utama mesti belajar bijaksana. Berakit-rakit ke hulu…”(bagian pertama/38)

“jelek benar dongeng mbok mala mini. Pijitlah aku.”
Wanita tua itu bangkit dari lapik-ketidurannya, menyikap kelambu dan sambil berdiri memijit kaki Gadis pantai. (bagian kedua/96)


b.      Penurut
Meskipun si Gadis Pantai tidak ingin menikah dengan Bendoro, namun karna itu adalah keinginan dari kedua orang tuanya ia akhirnya mau menikah dengan Bendoro. Selama tinggal di istana gadis pantai selalu menuruti peraturan, adat istiadat dan tata cara menjadi seorang Bendoro Putri, tak lupa ia juga selalu menuruti apa kata Bendoro. Di istana tersebut Gadis Pantai di tuntun oleh seorang Bujang, dari bujang itulah si Gadis Pantai belajar memahami semuanya yang ada di istana. Apa yang di katakana oleh bujangnya tentang tata cara istana di turutinya dengan penuh usaha dan kerja keras.
Dari sebuah pojok bujang itu mengeluarkan mukena putih dan mengenakannya pada Gadis PAntai. “duduk sekarang diam-diam disini. Jangan bergerak, Bendoro duduk disana Mas Nganten harus bersembahyang dengan beliau.”
“aku tak bisa”
“ikuti saja apa Bendoro lakukan”
“aku tak bisa”
“wanita utama mesti belajar- mesti bisa melegakan hati Bendoro, ingat-ingat itu.”(bagianpertama/35)



c.       Pencemburu
Semenjak pernikahan Bupati semakin dekat, Bendoro tak pernah pulang dan jarang menemui si Gadis Pantai. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi, hatinya begitu gusar, pikirannya kacau, ia tak mengerti sampai waktu itu, bahkan si Gadis Pantai merasa sangat cemburu. Hingga semenjak Bujangnya si Gadis Pantai di usir karena telah menuduh agus-agus Bendoro yang telah mencuri uang belanja si Gadis Pantai, ibu dari Bendoro mengirimkan Bujang baru yang berasal dari perkotaan yang di rasai Gadis Pantai lebih cantik darinya. Gadis Pantai merasa ada sesuatu di balik bujangnya itu dan di balik semua ini.
Hatinya yang beku mendadak cair. Yang keras dingin mendadak kembali cair hangat. Berbisik ramah :
“kau cemburu”
“sahaya, Bendoro. Sahaya semburu.”(bagian kedua/106)

“Mas Nganten,” Mardi memulai, “pelayan baru Mas Nganten.”
Gadis Pantai meletakkan cantingnya dan mori baru setengah membatik ia gulung dan gantungkan pada jagangnya.
“apa harus ku panggil kau.”Gadis Pantai bertanya.
“Mas Nganten nama saya Mardinah.”
“itu bukan nama orang desa.”
“sahaya lahir di kota, Mas Nganten.”
“berapa umurmu ?” “empatbelas, Mas Nganten.”
“belum ada laki ?”
“janda Mas Nganten.”
Gadis Pantai tertegun. Ditatapnya wanita muda itu. Lebih tinggi darinya. Air mukanya begitu jernih dan ceria, gerak-geriknya cepat tanpa ragu-ragu.

d.      Cerdas/pintar
Hidup di istana sebesar itu menurut gadis kampung seperti Gadis Pantai itu sangatlah tidak mudah. Di istana si Gadis Pantai di ajari sholat, mengaji, membatik, menenun, dan tidak lupa belajar tentang aturan-aturan dan adat istiadat yang harus ia ketahui dan laksanakan. Betapa si Gadis Pantai cepat beradaptasi dengan semua itu, melayani Bendoronya dan menjadi wanita utama di istana Bendoro tersebut.
Setelah lama berada di situ sudah banyak yang Bujangnya itu ceritakan pada si Gadis Pantai, Bujangnya pernah memberinya nasihat, dan sebuah teka-teki tentang yang sebenarnya terjadi. Tentang Bendoro, dirinya, dan semua yang ada di istana ini.
“ada Bendoro.”
“apa yang kau dengar ?”
“suara Bendoro. Suara kasih yang dibawakan oleh denyut jantung.”
“kau mulai pintar. Mulai pintar – siapa ajari ?”
Gadis Pantai tertawa lemah.
“siapa yang ajari?”
“kasih bendoro sendiri.”(bagian kedua/102)


e.       Tuna Aksara
Pada jaman penjajahan dahulu jarang ada orang yang bersekolah apalagi orang desa seperti Gadis Pantai tersebut. Hanya orang-orang kota dan keturunan bangsawanlah yang boleh bersekolah. Seperti yang tertulis dalam cerita Gadis Pantai tidak bisa baca dan tulis. Pada suatu hari ada surat yang di tujukan kepada Gadis pantai. Namun karna merasa gengsi kepada Mardinah Gadis Pantai tidak mau membacanya.
“Mas Nganten,” Mardinah memanggil lagi. Dan tanpa menunggu reaksinya ia meneruskannya. “Mas Nganten bisa membaca bukan ?”
Megerti kelemahannya sendiri Gadis Pantai terdiam.
“ada surat buat mas nganten.”
“aku tak membutuhkan surat dari siapapun.”
“tapi surat ini sangat penting”
“tak ada yang lebih penting bagiku kecuali satu.”(bagian kedua/129)

f.       Labil
Seperti pada umumnya usia belasan tahun adalah usia dimana seorang perempuan menginjak masa remaja, dan juga mulai mengenal cinta, dan di usia remaja lah emosi seorang perempuan sangat sekali berubah-ubah. Seperti yang di ceritakan di novel Gadis Pantai, si Gadis pantai masih berumur empatbelas tahun, masih belia. Tidak salahnya ia adalah seorang yang berperasaan labil. Seperti dalam kutipan berikut.
Gadis pantai berhenti membatik. Sekaligus tergambar dalam ingatannya seorang pria bertubuh tegap, tidak begitu tinggi, kulitnya kehitaman, dan suaranya begitu tegas dan yakin : tamu Bendoro yang ia tak ketahui namanya. Ia tersenyum sedikit.
“siapa yang sedang MAs Nganten pikirkan ?” Gadis Pantai kaget dan bingung. Tahukah dia siapa aku pikirkan? Ia selamatkan wajahnya dari Mardinah.
“Mardinah” panggilnya
“sahaya, mas nganten” dan sebentar kemudian Mardinah masuk ke dalam kamar berdiri disampingnya agak beberapa meter menjauh.
“katakana apa yang hendak kau katakana.” Gadis Pantai memulai.
“seorang pemuda gagah ingin berkenalan, Mas Nganten.”
“apa lagi?”  “ini suratnya Mas Nganten.”  “haruskah saya membacanya ?”
“tidak. Aku tidak membutuhkan surat. Apalagi hendak kau lakukan ?”
“apa Mas Nganten tidak ingin tahu isi surat ini ? dan membalasnya ?”
“Tidak. Apa lagi?”
Mardinah terdiam.(bagian kedua/129-130)



g.      Pemberani
Betapa tidak si Gadis Pantai adalah perempuan pemberani, ia di lahirkan di kampong nelayan yang sejak kecil berhadapan dengan kehidupan yang keras, ombak yang besar menerjang sampai ia terseret terbawa ke perkotaan. Tempat ia belajar hal banyak disana. Perkotaan tempat ia pada akhirnya tidak akan kembali ke kampong halamannya kembali.
Sifat pemberaninya di tunjukan saat Bendoro mengijinkannya untuk pulang sejenak dan menemui orang tuanya.
Dan semenjak anaknya lahir pula Gadis Pantai berani kepada Bendoronya, karna tidak mau menggendong anaknya, dan anaknya pun tak boleh di bawa pergi oleh si Gadis Pantai.
Hari sudah mulai gelap. Dalam kegelapan Mas Nganten  melihat Mardinah hanya menunduk di atas bangku. Kedua wanita itu masih muda belia, tetapi sudah berpengalaman banyak. Keduanya menjadi dewasa dalam gemblengan kesulitan-kesulitan.(bagian ketiga/156)

“mulai kapan kau punya ingatan mau melarikan bayi ini?”
Gadis pantai mengangkat muka, menantang mata Bendoro. Perlahan lahan ia berdiri tegak dengan bayi dalam genggamannya.
“ayam pun bisa membela anaknya, Bendoro. Apalagi sahaya ini seorang manusia, biarpun sahaya tidak pernah mengaji di surau.”
“pergi !!!”
Gadis pantai memunggungi Bendoro, dan dengan bayi dalam gendongannya ia melangkah cepat menuju pintu.
“tinggalkan anak itu !!”
“tahan dia !” seru Bendoro sambil mengayun ayunkan tongkatnya.
Bujang laki-laki dan perempuan mendesak.
“bukan pencuri aku.” Teriak si Gadis Pantai
“maling!!” bentak bendoro. “lepaskan bayi itu dari gendongannya. Kau mau ku panggilkan polisi ?”
“aku Cuma bawa bayiku sendiri. Bayi yang ku lahirkan sendiri. Dan bapaknya adalah syetan.”lepaskan !”
Seseorang memukul mulutnya hingga berdarah. Ia tak tahu kepala tongkat Bendoro mengucurkan darah pada bibirnya. Bayi itu tahu-tahu lepas dari tubuhnya.
“lempar dia keluar !” Bendoro berteriak.(bagian keempat/264)

h.      Tabah dan Sabar
Di akhir cerita betapa pengarang menuliskan kisah hidup si Gadis Pantai sangatlah berat, banyak belenggu yang menghantui Gadis Pantai selama berada di istana, menikah dengan Bendoro, betapa tidak, setelah si Gadis Pantai melahirkan seorang anak,yaitu seorang anak perempuan, si Gadis Pantai di usir dari istana. Anaknya tidak boleh dibawa bersamanya. Anaknya tetap tinggal di istana bersama Bendoro. Bendoro memberinya pesangon dan tak lupa memberinya sebuah pesan.
Dari situlah si Gadis Pantai mengerti apa yang dulu pernah di katakana oleh mboknya yaitu si Bujang pelayannya dulu. Kaum ningrat hanya bisa menikah dengan wanita yang sederajat dengannya. Jika mereka menikah dengan kaum jelata, itu hanyalah menikah percobaan, yang sebenarnya hanya untuk memuaskan kebutuhan seks laki-laki.
Kehidupan di istana dengan pembesar jawa begitu perih, betapa tidak dihargainya derajat orang kampuang, orang abangan. Betapa bedanya orang ningrat dan orang jelata. Penindasan-penindasan batin yang terjadi menggambarkan betapa kejam sebenarnya kehidupan istana itu.
Dari penjelasan di atas, akan lebih jelasnya dengan di sertai dengan ungkapan di bawah ini,
“kapan pergi dari rumah ini?”
“kapan? Tapi ini bukan rumah Mas Nganten”
Sekarang Gadis Pantai terkejut. “jadi menurut pendapatmu siapa aku ini?”
“selir”
“baiklah selir. Apa kau sebenarnya?”
“sahaya”
“kapan kau pergi ?”(bagia kedua/131)


“siapa yang menggaji kau disini?”
“mas nganten”
“tidak aku tidak suka menggajimu. Minta gaji pada bendoro mu di Demak. Aku sekarang mulai tau kau pembawa onar disini.”
“tidak, saya datang buat kepentingan bendoro.”
“ha ?”
“karena tidak layak  beberapa kali beristrikan orang kampung melulu.”
Gadis pantai menjadi pucat nafasnya megap-megap. Ia tak tahu punya kekuatan sedikitpun untuk menegakkan diri di tengah-tengah kumpulan bangsawan.
Melihat keadaan itu segera Mardinah menyerang. “jadi Mas Nganten tahu siapa sahaya. Seorang yang lebih tinggi dari Bendoro mengutus saya ke mari. Sudah waktunya Bendoro kawin dengan benar-benar dengan seorang gadis yang benar-benar bangsawan juga. Di Demak sudah banyak bangsawan Gadis menunggu. Siapa saja boleh Bendoro ambil, sekalipun sampai empat.
            Sekarang ia harus berpikir semuanya sendiri, sejak peninggalan bujang Gadis Pantai dahulu. Ia mengerti semua itu dengan perasaanya, dengan tubuh dan jantungnya. Dan ia pun kenangkan masa lalunya, hari-hari ketika masih hidup di pantai.(bagian kedua/133)

“jadi sudah lahir dia. Aku dengar perempuan bayimu, benar ?”
“sahaya, Bendoro”
“jadi Cuma perempuan ?”
“seribu ampun, Bendoro”
Bendoro membalikkan badan dan keluar dari kamar sambil menutup pintu kembali.
Ia ingin mempersembahkan anak ini pada bapaknya. Ia ingin anak dan bapaknya berpandang-pandangan mesra. Tapi bendoro tak pernah menengoknya.(bagian keempat/253)

“aku piker memang barangkali ini memang sebaiknya. Biar begini berat rasanya. Biar ia tak perlutau emaknya. Dia akan seperti bapaknya,dia akan memerintah, dia akan tinggal di gedung. Tak perlu melihat laut. Ah bapak, aku harus berikan itu semua, aku harus berikan. “(bagian keempat/267)

4.2 Novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG

 

Novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG ini menggambarkan tentang tokoh perempuan yang bernama Maria Magdalena Pariyem, atau sering di panggil Pariyem. Tokoh dalam novel ini sangat blak-blakan menceritakan tentang pengakuannya selama hidupnya, dari mulai dia lahir hingga dewasa dan mempunyai anak. Pengarang menjadikan sudut pandang novel ini adalah orang pertama pelaku utama. Yang menjadikan novel ini adalah seperti curhatan Pariyem kepada pembaca. Pariyem juga menceritakan orang-orang di sekitarnya.
Dari kisah hidupnya Pariyem menceritakan pengakuan yang pernah ia lakukan semasa hidup sebagai babu di kota Ngayogyakarta yaitu di rumah ndoro Kanjeng Cokro Sentono. Pengarang tidak menjelaskan akhir dari cerita ini dengan jelas. Hanya saja Novel ini berakhir dengan Happy Ending atau akhir yang bahagia.
Pengarang lebih mengutamakan unen-unen atau nasihat jawa, tentang bagaimana wanita jawa seharusnya. Tentang budaya-budaya dan perumpamaan-perumpamaan yang indah.

Ø  Citra Tokoh Pariyem


4.2.1 Citra Fisik
Dalam novel Pengakuan Pariyem tokoh utamanya yaitu Pariyem sendiri. Yang bernama lengkap Maria Magdalena Pariyem, ia lahir di Wonosari Gunung Kidul, daerah pegunungan di Ngayogyakarta. Terlahir dari pasangan sinden dan pemain ketoprak, yang sudah pensiun akibat adanya penyerangan dari G-30-S/PKI, dan akhirnya kedua orang tuanya menjadi petani. Itu yang menjadikan Pariyem mengadu nasib menjadi babu di rumah nDoro Kanjeng Cokro Sentono. Perawakannya yang monthok membuat pariyem sering menimbulkan hasrat laki-laki naik dan ingin menidurinya. Seperti kutipan di bawah ini.
Bibir dan pipinya semburat
Tubuhnya monthok seperti tubuh saya(Pengakuan Pariyem/239)

4.2.2 Citra NonFisik
a)      Lugu
Sebagai orang pedesaan tepatnya di desa Wonosari Gunung kidul, Pariyem tumbuh besar menjadi orang desa yang Lugu, apaadanya dirinya. Tidak pernah munafik akan dirinya sendiri. Jika ia suka ya dia mengatakan suka, seperti itu ibaratnya. Dengan keluguannya Pariyem menjadi perempuan yang periang dan di sukai banyak orang di sekitarnya.
“PARIYEM, nama saya Lahir di Wonosari Gunung Kidul pulau Jawa Tapi kerja di kota pedalaman Ngayogyakarta Umur 25 tahun sekarang – tapi nuwun sewu tanggal lahir saya lupa tapi saya ingat betul weton saya : Wukunya Kuningan di bawah lindungan bethara Indra Jumat Wage waktunya ketika hari bangun fajar….” (Pengakuan Pariyem/1)

b)      Energik
Pariyem adalah sosok wanita yang energik karena perawakannya yang clemang clemong, lugu dan centil-centil membuatnya selalu terlihat energik. Dari gerak geriknya, dan nada cara bicaranya Pariyem itu wasis yang berarti energik. Terbukti dari kutipan-kutipan di bawah ini.
“ketlingsut kemana kamu yu iyem? Sudah 5 tahun di Yogya kok hilang kepencut sama wong lanang apa , ha ?”
Betapa gonduk hati saya orang jatuh dari lubang sampai stagen copot segala..(Pengakuan Pariyem/125)

Pariyem memang wanita energik hingga dia pecicilan dan jatuh kejeglong.
c)      Periang dan Lucu
Linus sangat kuat menggambarkan tokoh Pariyem di novel Pengakuan Pariem ini, kenapa tidak, karna banyak kutipan-kutipan dalam novel ini yang membuat pembacanya bakal mesam mesem. Dari gaya bahasa pariyem yang apaadanya membuat majikan Pariyem sangat senang dengannya terutama nDoro ayu istri nDoro Kanjeng, Den Bagus juga nDoro Putri. Hingga Pariyem sudah di anggap menjadi sebagian dari keluarga nDoro Kanjeng. Pariyem sangat dekat dengan kedua anak nDoro Kanjeng. Sering Pariyem membuat candaan-candaan yang membuat keluarga nDoro Kanjeng terhibur.
Ah ya kalau sudah begini saya mesti yang menengahi dan sayalah yang mengaku bersalah karena tak cepat mencuci sempak dan kutang nya nDoro putrid dan Den Baguse. Saya bilang : “ae..ae..ae.. pagi ini.. kok sandiwaranya berlakon Sempak dan Kutang” Lantas satu keluarga tertawa apalagi Den Baguse yg ngakak dan nDoro putrid ngikik2.(Pengakuan Pariyem/150)

d)     Penggoda yang handal
Dengan tubuh yang montok, pembawaan diri yang lugu apaadanya serta lucu dan menyenangkan, Pariyem sangat senang merayu laki-laki yang sudah naik birahinya ketika melihatnya, bukannya malah menutupinya dan pergi, malah Pariyem suka menggoda. Menurutnya dia senang bercanda ketika melihat laki-laki yang tergoda olehnya. Salah satunya adalah Den Baguse yang sering tergoda oleh Pariyem.
“Lha Den Baguse Ario Atmojo betapa sering dia kumat manjanya. Wah wah kalau sudah begini saya dibikin setengah mati, lha sudah gede kok suka merengek. Apalagi kalau saya goda : “ besok aja ah, besok saja saya capek, kok.” (pengakuan Pariyem/48)

e)      Nakal (bernafsu tinggi)
Novel Pariyem ini di bingkai oleh Linus dengan sentuhan-sentuhan seksual Pariyem dengan para laki-laki yang dicintainya, yaitu mas Kliwon yang itu adalah tetangganya dan Den Baguse putranya nDoro Kanjeng. Namun tidak menutup segi amanat yang tersirat di dalam novel ini. Tentang unen-unen jawa.
Kalau sudah dipangkuan sama Den Baguse betapa lumer saya, bisa mati kelenger.. (Pengakuan Pariyem/48)
“hem, ya , sekedar obat kangen saya meladeni mas kliwon di kamar”(Pengakuan Pariyem/99)
Saya buka semua pakaian di badan saya tanpa kebaya, jarit, dan tanpa kutang. Ah , saya telanjang – saya kucel-kucel penthil saya sebagaimana Den Baguse mengucel-ngucelnya. Merem melek mata saya O dewi Ratih dan dewa Kama kursi tempat saya duduk penuh dengan cairan……(Pengakuan Pariyem/186)

f)       Rajin
Maria Magdalena Pariyem, sering di panggil “iyem”  dari Wonosari Gunung Kidul sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono. Sudah semestinya iyem adalah wanita yang rajin. Karna ia bekerja sebagai babu. Karna itulah nDoro Ayu senang mempekerjakan Iyem. Dari kutipan berikut akan membuktikan bahwa Iyem adalah wanita yang rajin.
“O, iya hari ini hari Jumat Sore hari saya sudah bersiap memipis jamu kunir cabe puyung untuk nDoro Ayu dan nDoro Putri Mereka doyan benar minum jamu Jawa untuk memelihara badan.”(Pengakuan Pariyem/123)

g)      Ikhlas, nriman, rela
Pariyem, sebagai wanita jawa tulen, Pariyem dalam menyikapi permasalahan hidupnya dia selalu triman, dalam pedoman hidupnya dia tidak mengerti dosa, karna dia menganut ajaran kepercayaan jawa. Dia memang baik kepada semua orang, asalkan yang dia perbuat tidak menyusahkan orang lain. Tetapi dia sedikit nakal. Dia pernah di setubuhi oleh tetangganya yang dia suka yaitu mas Paiman, dan anak dari nDoronya sendiri yaitu Den Baguse, tapi dia tetap lila,trima, karna dia berpikir dia juga membutuhkannya dan menikmatinya serta puas. Hingga akhirnya dia hamil, gara-gara kelewatan berhubungan tubuh dengan Den Baguse.
“kalo sudah di pangku Den Baguse betapa lumer saya, bisa mati klenger. Lha saya sudah puas kok saya lega-lila.”(pengakuan Pariyem/48)
Ketika nDoro Putri mengetahui jika Pariyem hamil Pariyem berkata :
“saya taka pa-apa, kok saya tak menyesal, saya ikhlas saya lega lila.”
O, Gusti nyuwun ngapura Orang meteng mana ada aib nya? Tak ada aib bagi orang meteng.

h)      Pandai bernasihat dan unen-unen jawa
Linus menyampaikan amanat-amanatnya melalui tokoh Pariyem yang sering mengungkapkan kata-kata,pribahasa, dan unen-unen nasihat masyarakat jawa. Akan tetapi Linus membungkusnya dengan sentuhan-sentuhan seksualitas yang terdapat pada tokoh Pariyem ini.
Maria Magdalena Pariyem biasa di panggil Iyem atau Pariyem, meskipun dia sangat nakal dalam urusan bercinta dan bermain hasrat dengan laki-laki, namun di balik ke nakalannya, keblak-blakannya, di balik keluguannya, Pariyem adalah sosok wanita yang bijaksana dalam berperilaku dengan sesama. Mungkin karna Pariyem lahir di desa Yogyakarta yang penuh dengan kebudayaan jawa kuna yang kental. Banyak unen-unen dari simbah-simbah masa lalu yang diturunkan dari mulut ke mulut. Hingga Pariyem pun mengerti betul tentang unen-unen tersebut. Banyak kata-kata yang tertulis di dalam novel ini yang menguatkan bukti bahwa citra wanita novel Pariyem adalah sosok yang berbudaya kepercayaan Jawa. Seperti berikut ini :
“Begitulah nama membawa tuah: Bibit, Bebet, Bobot. Dan 3B sebagai babu, kok. Itu saya indhit, saya kempit saya sandang dan saya tayang sampai masuk ke liang kubur.”(Pengakuan Pariyem/6)
Madeg, mantep dan madhep. Dan saya sudah 3M sebagai babu, kok. Kabegjan kita bawa masing-masing kita punya sudah kita bawa sejak lahir. Rejeki datang bukan karena culas dan cidra tapi karena uluran hyang maha agung.
Asih, asah, asuh. Bukan keberanian dan ketakutan yang menghantarkan kita berjalan, namun kemauan dan kebulatan hati yang melembari kebangunan diri bukan kemegahan dan gagah-gagahan yang mengundang kita bertanandang tapi permaafan dan kasih saying yang melestarikan perhubungan.
Orang yang berisi itu orang yang semakin runduk ke bumi. Itulah ngelmu padi. Sikap congkak dan sombong diri tanda orang itu kurang pekerti
“wani ngalah luhur wekasanipun”
“ngipi iku sekare wong turu” lha bila sampeyan masuk ke dalam bila msuk ked lam lubuk hati niscaya terbuka cakrawala rahasia tabir mimpi.
O prnderitaan mana yang lebih edan disbanding saat-saat ibu melahirkan ?  Yang nikmat sudah berbulan di kenyam, yang laknat lagi datang menghaadang. Karena, demikianlah kodrat wanita: dia tak bisa selak memenuhi kodratnya dia tak bisa menolak bakat alaminya dia tak bisa ingkar memenuhi lakunya.
Kudangan untuk si bayi:
“kidang talung
Mangan kacang talun
Mil ketemil
Milketemil
Si kidang mangan lembayung!
Tikus bunting
Duwe anak bunting
Cicit cuit
Cicit cuit
Si tikus saba ing lumbung
Gajah belang
Saka tanah sebrang
Nuk renggunuk
Nuk renggunuk
Si gajah saba ing sendhang”
Dari analisis di atas, melalui citra yang tergambar dalam pembahasan di atas secara tidak langsung menjelaskan tentang citra diri dan citra sosial tokoh dalam novel Gadis Pantai dan Pengakuan Pariyem. Dalam pembahasan di atas juga di deskripsikan dengan jelas bawasannya deskripsi tersebut memenuhi pola-pola dalam feminisme radikal dan liberal. Di dalam analisis di atas juga di uraikan bagaimana kehidupan para tokoh mencoba lepas dari budaya patriarki. Yang menjadi objek penindasan terhadap perempuan adalah tubuh perempuan itu. Artinya dari reproduksi dan seksualitas , laki-laki dan perempuan secara kodrat memang berbeda. Dapat di lihat dari tokoh Gadis Pantai dan Pariyem berusaha lepas dari hal tersebut.
Seperti yang di alami oleh Pariyem, dia pernah di setubuhi oleh tetangganya yaitu Paiman Kliwon, laki-laki yang pernah di cintainya, yang merampas keperawanannya pertama kali. Namun mas Paiman merantau di Jakarta, dan mereka lama tak bertemu, Pariyem merasa terkengkang dengan rasa rindunya. Hingga akhirnya Pariyem merantau menjadi babu di kota Ngayogyakarta , babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono. Pariyem berusaha terlepas dari keterkengkangannya oleh rasa rindunya, hingga dia juga bersetubuh dengan anak nDoronya yaitu Den Baguse hingga akhirnya ia hamil, tapi cucunya tetap di akui sebagai cucu nDoro Kanjeng. Artinya Pariyem sudah terlepas dari segala belenggu patriarki. Meskipun secara sekilas sebenarnya ia tetap tersubordinasi dengan sikap seperti itu. Namun dalam kaitannya dengan feminis ia sudah mencoba lepas dari keterkungkungan. Tubuhnya yang menjadi objek tetapi Pariyem tidak ada aturan yang mengikat dalam hal seksualitas yang ia lakukan.
Feminisme Liberal beranggapan bahwa sebordinasi wanita berakar dari keterbatasan hokum adat. Masyarakat menganggap wanita secara ilmiah kurang memiliki kemampuan intelektualitas dan fisik maka di anggap tidak layak untuk di beri peran di lingkungan publik. Gerakan ini beranggapan bahwa system patriarki dapat di hancurkan dengan cara mengubah sifat masing-masing individu.(Sugihastuti dan Sastriyani dalam Jumiyanti, 2011:18). Tokoh Gadis Pantai memenuhi pola-pola feminisme Liberal. Di tunjukan sebagai tokoh yang lema dalam fisik. Aturan-aturan atau norma yang kemudian memang sudah lahir dalam masyarakat, dalam novel adalah norma aturan-aturan di istana Bendoro. Tokoh Gadis Pantai dinilai tidak kuat dan kurang Intelektual. Apalagi Gadis Pantai sangat jauh derajatnya dengan Bendoronya yaitu orang abangan dan bangsawan. Namun pada akhirnya Gadis Pantai terbebas dari keterkengkangan aturan-aturan istana karena ia di usir dan pergi ke desa bujangnya yang dahulu.


BAB V

Penutup

5.1 Kesimpulan

 

Setelah melalui proses penguraian-penguraian melewati kutipan-kutipan dari novel yang telah di sajikan di dalam pembahasan, semakin memperjelas adanya bukti-bukti ketrtindasan perempuan dan cara keluar dari belenggu tersebut.
Di tinjau dari kritik sastra feminis novel Pariyem cenderung memenuhi pola-pola feminisme radikal, sedangkan novel Gadis PAntai memenuhi pola-pola feminisme liberal. Dengan tokoh Pariyem dan Gadis Pantai.

5.2 Saran

 

Penulis sangat berharap mendapatkan saran dari pembaca dalam proses perbaikan. Supaya penulis tahu salah atau benarnya. Serta dapat memahami bagaimanasebuah penelitian yang baik dan benar. Karena penulis merasa makalah ini jauh dari kesempurnaa.


DAFTAR PUSTAKA

Anantatoer, Pramoedya. 2011. Gadis Pantai. Jakarta:Lentera Dipantara
Suryadi AG, Linus. 2009. Pengakuan Pariyem.  Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Sugihastuti. 2002. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta Pusat: Pustaka Jaya

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Laporan Tugas Sastra vivisyilfiarizkisastra.blogspot.com/Rabu, 1 Oktober 2014

Perempuan_dalam_kuasa_Patriarki.pdf/ Rabu, 1 Oktober 2014

Skripsi Tri ayu.pdf/ Rabu, 1 Oktober 2014





Written by

1 komentar:

  1. If you're attempting to lose kilograms then you absolutely need to get on this totally brand new custom keto meal plan diet.

    To create this service, licensed nutritionists, fitness trainers, and top chefs united to develop keto meal plans that are effective, decent, economically-efficient, and delicious.

    From their first launch in 2019, 1000's of individuals have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a proper keto meal plan diet can offer.

    Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones given by the keto meal plan diet.

    BalasHapus